- Sekolah adalah wajib. Orang tua menjadi sangat stress pada saat mencarikan sekolah untuk anaknya yang rata-rata menginginkan untuk bisa bersekolah di sekolah favorite atau sekolah impian. Perasaan gagal dan seakan-akan dunia kiamat jika anak-anak mereka tidak bisa bersekolah di tempat tersebut. Nah perlu dicermati bahwa sekolah adalah wajib karena memang diadakan wajib belajar, tetapi perlu diingat bahwa bukan suatu jaminan kalau sekolah itu pasti akan menunjang kesuksesan seseorang.
- Jangan sampai anak menjadi korban kompensasi dari ambisi orang tua. Sebetulnya anak tidak perlu sekolah-sekolah terlalu favorite yang kompetisinya begitu tinggi sementara kemampuan anak hanya pas-pasan. Tetapi, ibu-ibu biasanya lebih senang berbicara seperti “wah anak saya diterima di sekolah X yang favorite” atau “anak saya diterima di sekolah X (notebene: sekolah yang rata-rata orang kaya semua)” yang menjadi suatu symbol, great, level dari label seseorang. Keadaan ini anak menjadi korban karena dimasukkan untuk menjadi label orang tuanya.
Ada satu pameo yang sangat menarik bahwa “hidup itu hanya mengikuti arus sungai yang mengalir”, padahal kalau kita melihat, apa sih yang ikut mengalir dengan air sungai? Ada kotoran, sampah, dll, apakah kita mau seperti itu?. Bila kita ingin mengikuti aliran sungai yang mengalir maka kita pilih sungainya, jangan memilih sungai yang kotor. Jika memang tidak ada sungai yang cocok untuk kita ikuti alirannya, kalau perlu kita membuat sungai sendiri atau melawan arus.
Orang yang pesimis biasanya selalu mempunyai jargon “hidup itu hanya sekedar mengikuti arus yang mengalir” yang menempatkan diri seakan-akan menjadi seonggok sampah dan kotoran terapung-apung mengikuti ke mana sungai membawa. Beda dengan orang yang optimis, mereka mempunyai jargon “saya punya hak pilih untuk mencari sungai yang saya ikuti alirannya” .
Kita diberi otak kanan oleh Allah SWT yang dipenuhi dengan imajinasi dan impian, contoh: tentang soal pernikahan kalau suka ya nikah (easy going dan action). Lain dengan otak kiri yang bersifat realistis, banyak hitungan, jika mau menikah harus berhitung terlebih dahulu. Otak kanan dan kiri, keduanya harus saling menunjang tapi tidak perlu dihitung sampai njlimet ‘rumit’. Orang-orang yang berhasil ternyata memang selalu menginspirasikan dirinya di otak kanan yang kemudian diikuti dengan D and A (Dream and Action). Hidup itu adalah kumpulan dari presepsi begitu pula dengan manusia. Bagaimana orang success memilih satu kata yang dikunci untuk mempresepsikan dirinya di mata public? Sama seperti kehidupan ini dan dalam berumah tangga, bagaimana supaya istri berhasil untuk memanage suaminya? Ingat bahwa kita(istri) memasarkan diri kepada suami (bukan menjual diri) maka kita harus mampu mencoba mengunci satu kata, contoh: mbak A “setia”, jadi image yang muncul kalau orang melihat sosok mbak A adalah mbak A yang penuh kesetiaan, begitu juga dengan suami mbak A sendiri juga melihat mbak A penuh dengan kesetiaan. Coba kita berpikir dengan otak kanan, bila mempunyai mimpi maka langsung action. Kalau kita mempunyai mimpi tapi terlalu banyak perhitungan nanti justru malah menjadi ragu-ragu dan akhirnya batal (tidak terealisasikan). Satu impian tujuh kali action atau satu impian 10 kali action, bukan kok 10 kali mimpi tapi actionnya hanya sekali saja. Alon-alon waton kelakon ‘pelan-pelan asal kesampaian’ dan mangan ra mangan anggerĂ© kumpul ‘makan tidak makan asal kumpul’, budaya ini sudah meninabobokkan kita sekian lama sehingga jarang muncul entrepreneur- entrepreneur.
Bagi ibu-ibu yang anaknya tidak diterima disekolahan yang favorite dan tidak sesuai dengan cita-cita, sekarang cobalah kita mulai berpikir “apa sih mimpi anak kita?” dan kita melatih “apa sih impian-impian kita?” atau impian terhadap suami kita? Lakukan saja, tentunya impian-impian yang positif. Setiap impian dan harapan itu 99% adalah sesuatu hal baik yang menunjukkan suatu peningkatan dan perbaikan.Artikel ini di coppy sepenuhnya dari » www.mt@-online.com www.mt@fm.com
0 komentar:
Posting Komentar