I: “Aku sudah sms”
S: “Belum masuk!!…bla…bla…bla.. tidak terkirim”
I: “nggak mungkin nggak terkirim!”
atau sebaliknya
S: “Aku sudah sms”
I: “Belum masuk!!…bla…bla…bla.. tidak terkirim”
S: “nggak mungkin nggak terkirim!”
Bagaimana tidak mungkin untuk tidak terkirim hal itu bisa saja terjadi atau kasus lain saat mengirim gambar tetapi dateinfonya ‘informasi tanggal’ salah dan hal sering terjadi pula sehingga menjadi suatu konflik. Maka, kadang-kandang banyak yang lebih baik tidak tahu tapi menimbulkan kenyamanan daripada tahu yang belum tentu benar sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Sebetulnya keseimbangan budaya yang terjadi itu begitu ada satu keretakan/penyimpangan sedikit saja akan terasa, intuisi seorang istri itu bermain. Anda semua mempunyai budaya dalam keluarga, budaya dalam keluarga Anda seperti apa? Karena budaya adalah kumpulan kebiasaan-kebiasaan dari seluruh anggota keluarga, kalau diakumulasikan pada rujukan yang sama dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah maka akan menjadi satu pyramid meruncing yang tujuannya betul-betul lillahita’ala. Apabila nanti ada yang menyimpang maka itu merupakan dosa Anda yang penting ‘saya mempunyai niat ibadah nikah dengan Anda, tapi saya mengaharapkan surga dengan bakti ke Anda(suami)’, hal itu kita jadikan sebagai satu budaya untuk menutup rasa curiga, tidak percaya, gelisah, dsb karena Allah yang akan menunjukkan mana yang salah dan mana yang benar. Ilmu yang diketahui digunakan suatu pedoman. HP menjadi suatu hal yang sepele sekali, contoh yang sederhana: HP kok sampai disimpan-simpan (disembunyikan)? Pasti ada sesuatu, tapi HP diletakkan disembarang tempat tapi kok dikunci? Itu merupakan hal yang wajar. Jadi, tergantung budayanya.
Pertama yang terpenting adalah membentuk culture, jadi pada diri keluarga itu mempunyai motivasi yang sama untuk menciptakan suatu budaya keluarga Islami harmonis yang disetujui sehingga menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah.
Al-Qur’an dan As-Sunnah kalau sudah dipelajari kemudian dikondisikan menjadi suatu kebiasaan, apa yang kita terima menjadi suatu ilmu yan kemudian diaplikasikan maka secara tidak sadar nanti akan membentuk suatu budaya keluarga dan diingat bahwa budaya keluarga meskipun sama-sama sakinah mawadah warahmah tetap ada perbedaan-perbadaan yang hakiki, jadi tidak perlu kita membanding-bandingkan “keluargaku yang harmonis seperti ini, keluargamu yang harmonis seperti apa?”. Belum tentu suami yang keras dan tegas cocok untuk suatu yang harmonis di tempat keluarga yang lain, di mana di situ ternyata lebih cocok suami yang permisif, sangat demokratis, dan sangat mau mendengarkan. Namun sebaliknya juga, suami yang permisif, sangat demokratis, dan sangat mau mendengarkan belum tentu cocok untuk keluarga yang lain. Culture tidak bisa dibandingkan kemudian menjadi suatu keirian bahwa ”mbok koyo pak kaé, mbok koyo bu kaé, mbok koyo anak-é pak itu, mbok koyo ibuk-é pak itu” , kondisi seperti itu tidak bisa menjadi acuan, jangan ambil pembanding terlebih dahulu. Jadikan suatu kebiasaan dan saling mengevaluasi, contoh: bapak yang biasanya tidak merokok kemudian tiba-tiba merokok maka anaknya akan complain, ada control secara tidak langsung. Seorang ibu tiba-tiba pergi keluar rumah kemudian sang anak tahu kemudian bertanya “ibu sudah ijin bapak belum?”. Setiap penyimpangan yang terjadi disesuaikan dengan social control dari keluarga itu sendiri sehingga setiap penyimpangan yang terjadi sudah diketahui terlebih dahulu dari lingkungan kecil yang ada dalam keluarga sebelum diingatkan oleh social control yang ada di luar.
Jangan pernah membandingkan “keluargaku kok selalu kurang, sementara keluarga sana selalu lebih”. Orang itu wang sinawang artinya yen nyawang ketok apik ‘kalau melihat tampak indah/bagus’ tetapi yen nglakoni ‘kalau menjalankan’ belum tentu bisa. Rumput tetangga selalu kelihatan lebih hijau.
0 komentar:
Posting Komentar