Kasus ini merupakan salah satu contoh bahwa membentuk keluarga yang harmonis tidak bisa dijalankan oleh satu anggota keluarga saja. Kalau untuk mengawali mungkin bisa, namun untuk penyerapan ilmu apakah bisa ditularkan oleh suami?. Semuanya butuh waktu untuk mentransfer dan memasukan ilmu tentang budaya keluarga harmonis yang tidak bisa hanya melalui istri saja tapi butuh bantuan dari rekan-rekan dekat suami dengan mengajak menimba ilmu, mengaji dimana saja dengan dasar mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Anda(istri) harus secara disiplin membiasakan bahwa memang betul-betul ikhlas untuk membentuk culture meskipun imam(suami) masih seperti itu adanya, tetapi istri mempunyai kewajiban untuk berbakti selama suami masih menjadi imam si-istri. Kita harus yakin bahwa kita melaksanakan ibadah, dengan memotifir diri “saya sedang menggali investasi di akhirat”. Ikhlas dan dengan do’akan insyaAllah hidayah akan datang. Namun, apabila sudah keterlaluan maka tunjukan expresi Anda bahwa Anda tidak suka diperlakukan seperti itu.
Apa manfaat keluarga yang harmonis kalau sudah terbentuk? Kita lihat terlebih dahulu, suara persepsi yang normal. Satu keluarga yang suaminya begitu telatèn, gemati, perhatian terhadap istrinya, dan begitu pula istrinya berbakti kepada suaminya, mereka juga memelihara dan “tahu” anak-anaknya, tidak pernah terjadi pertentangan dan percekcokkan. Bila melihat dan mendengar keluarga yang seperti itu, kira-kira apa dan bagaimana persepsi dari masyarakat lingkungannya terhadap keluarga tersebut? Mereka akan menyebut mereka adalah keluarga yang harmonis sekali.
Jadi, suatu keluarga yang harmonis sekali sebetulnya yang bagaimana? Apakah keluarga tersebut harus dibuat suatu culture yang harmonis kemudian bisa menciptakan products istri yang berbakti, suami yang gemati, imam yang bagus, anak-anak yang begitu hormat terhadap orang tua, sholeh dan sholehah?. Kira-kira mana kah yang betul? Apakah setelah tahu productnya baru kemudian menyimpulkan “ooo..keluarganya harmonis” atau bentuk dulu culture suatu keluarga yang harmonis maka akan mempunyai products seperti tersebut di atas?. Sebenarnya yang betul adalah keluarga yang harmonis itu tidak tercipta begitu saja. Istilah “orang hanya melihat productnya” memang betul, tetapi mereka tidak pernah menyelami bahwa product itu dihasilkan, diperjuangkan dalam kurun waktu lama untuk membentuk suatu culture keluarga yang harmonis. Manfaatnya adalah;
- Konflik-konflik intern akan kecil sekali terjadi. Konflik adalah suatu hal yang sangat menyerap energi, contoh: para suami jika sedang marah pada istrinya atau para istri yang sedang marah pada suaminya, rasanya akan capek sekali. Konflik-konflik internal dikurangi semaksimal mungkin, energi bisa difokuskan sehingga keluarga menjadi produktif. ‘Produktif’ disini dapat dicontohkan anak dapat focus belajar kalau memang tanggung jawabnya harus belajar, anak dapat focus kerja (masih ikut orang tua tapi sudah bekerja) bisa meninggalkan rumah dengan nyaman karena melihat orang tuanya bahagia. Itu semua membuat satu persepsi dalam anak bahwa “begitu nyamannya keluarga saya”.
- Image sebagai dakwah bahwa keluarga Islami yang sakinah mawadah warahmah betul-betul menjadi suatau rahmat dan menjadi suatu contoh. Kita berdakwah dengan perilaku.
Manfaat budaya yang kita bentuk dan proses, terwujud tidak dalam waktu yang singkat. Semuanya merupakan suatu ayat yang berjalan, media dakwah dengan perilaku yang menyenangkan.
bersambung…
Narasumber : Drs. Adi Nugroho
0 komentar:
Posting Komentar