Kebumen News :

Tinggalkan Jimat Sebelum Sekarat

Written By mt@kebumen on Minggu, 19 Desember 2010 | 07.58

Di pengajian Ahad pagi, Al Ustadz Drs. Ahmad Sukina sering menerima penyerahan jimat-jimat dari jamaah pengajian yang setelah mengikuti pengajian Ahad Pagi MTA baik secara langsung maupun tidak langsung (mendengarkan) siaran langsung pengajian Ahad Pagi melalui Radio MTA FM. Mereka bertobat dan meninggalkan jimat-jimat yang selama ini mereka anggap keramat. Ini menunjukkan masih banyak di kalangan kaum muslimin yang belum mengerti betapa besar dosa mempercayai jimat mempunyai kekuatan.

Sungguh keadaan kaum muslimin di zaman kita sekarang ini telah sampai pada tahap yang cukup mengkhawatirkan. Sebagian kaum muslimin terjerumus dan asyik di dalam berbagai macam bentuk dosa. Bahkan di antara mereka ada yang terjerumus ke dalam dosa syirik. Namun yang lebih menyedihkan, mereka tidak mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan itu termasuk ke dalam dosa syirik. Padahal Allah Ta’ala berfirman :

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An Nisa 48).

Pada ayat ini, Allah menyatakan bahwa sesungguhnya dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah selama-lamanya kecuali jika pelaku kesyirikan tersebut bertaubat dari dosa syirik yang pernah dilakukannya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui mana sajakah perbuatan-perbuatan yang tergolong kepada dosa syirik, agar dengan demikian kita dapat terhindar dari dosa yang sangat berbahaya ini.

Jimat adalah salah satu bentuk kesyirikan

Salah satu hal yang termasuk dalam kategori dosa syirik adalah jimat. Sebagaimana sabda Rasulullah,”Sesungguhnya jampi-jampi, jimat dan pelet termasuk kesyirikan.” (HR. Ahmad dan Abu Daud, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,”Barangsiapa yang menggantungkan jimat, maka dia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)

Hakekat Jimat

Jimat pada masa jahiliyah dahulu dikalungkan pada anak kecil atau binatang sebagai tolak bala’. Namun pada hakekatnya jimat tidaklah terbatas pada bentuk dan kasus tersebut, akan tetapi mencakup semua benda dari bahan apapun, dikalungkan, digantungkan, diletakkan di tempat manapun dengan maksud untuk menghilangkan atau menangkal marabahaya. Jadi jimat bisa berupa kalung, batu akik, keris, cincin, sabuk (ikat pinggang), atau benda-benda yang digantungkan pada tempat tertentu, seperti di atas pintu, di dalam kendaraan, dipasang pada ikat pinggang, sebagai susuk, atau ditulis di kertas dan dimasukkan di saku celana, dan lain-lain dengan maksud mengusir atau tolak bala’. Ingatlah bahwa setiap jimat pasti tidak terbukti secara syari’at (dalil dari Allah dan Rasul-Nya) maupun logika (hasil eksperimen ilmiah) dapat memberikan manfaat atau menolak bahaya.

Budaya Jimat di Masyarakat

Banyak sekali contoh budaya jimat di masyarakat saat ini. Misalnya : apabila ada orang yang memasak sayur lodeh kemudian dimakan dengan tujuan untuk menolak bahaya (= tolak bala) misalnya wabah demam berdarah (DB). Atau menggantungkan sesuatu paket tolak bala di pintu rumah (yang di dalamnya berisi sumbu kompor, janur kuning, daun dadap, dll) dengan tujuan menolak bala seperti tsunami dan gempa bumi. Maka sayur lodeh dan paket tolak bala tersebut termasuk jimat. Karena secara syari’at, Allah dan Rasul-Nya tidak pernah menyatakan demikian. Begitu juga secara akal atau berdasarkan eksperimen ilmiah, tidak ada hubungannya antara sayur lodeh atau paket tersebut dengan menghindarkan diri dari bahaya (seperti DB atau tsunami). Karena para ahli di bidang tersebut tidak pernah menyatakan, “Barangsiapa yang memakan sayur lodeh maka dia akan terhindar dari DB”. Adapun yang disyariatkan agar dapat menolak bahaya adalah dengan berdoa hanya kepada Allah untuk menghindarkan kita dari bahaya tersebut, sebagaimana Allah berfirman :

بَلْ إِيَّاهُ تَدْعُونَ فَيَكْشِفُ مَا تَدْعُونَ إِلَيْهِ إِنْ شَاءَ وَتَنْسَوْنَ مَا تُشْرِكُونَ

“Tetapi hanya Dialah yang kamu seru, Maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepadanya, jika Dia menghendaki” (Al An’am : 41).

Apabila ada seorang ibu yang meletakkan gunting (atau benda-benda lainnya) di samping bayinya yang baru lahir dengan tujuan agar bayi tersebut terhindar dari gangguan setan, maka gunting tersebut adalah jimat.

Apabila ada orang yang mengikuti tes penerimaan calon pegawai negeri sipil, kemudian orang tersebut menggunakan pulpen khusus, yang dipercaya sebagai pulpen keberuntungan, untuk mengerjakan soal dan dia menganggap pulpen tersebut adalah syarat agar dia lulus tes, maka pulpen tersebut termasuk jimat. Karena tidak ada dasarnya dari Allah dan Rasul-Nya yang menyatakan benda tersebut dapat mendatangkan keuntungan/manfaat.

Lagipula, secara logika, tidak ada hubungannya antara lulus tes dengan pulpen. Sebagus dan semahal apapun pulpen yang digunakan, jika dia tidak dapat menjawab soal, tentu saja dia tidak akan lulus tes. Adapun sikap yang benar adalah hendaknya seseorang belajar sungguh-sungguh agar dapat lulus tes dan tidak lupa untuk selalu berdoa kepada Allah semata agar diluluskan dalam ujiannya tersebut.

Masih banyak contoh macam dan peristiwa lain yang dapat dinilai bahwa benda yang digunakan adalah jimat. Apabila tujuannya adalah untuk menghilangkan atau menolak bahaya dan sebabnya tidak terbukti baik secara syar’i maupun keilmiahan/logika, serta benda itu dikalungkan, digantung atau disimpan dengan cara apapun, maka benda-benda tersebut termasuk jimat.

Jimat berupa Ayat Al Qur’an

Pembahasan berikutnya adalah bagaimana seandainya yang digantungkan berupa ayat Al-qur’an, ayat kursi atau dzikir-dzikir yang ada dalam syari’at ? Maka jawabannya adalah seandainya tujuan menggantungkannya tersebut adalah untuk dihafal, maka hal ini dibolehkan. Namun, apabila tujuan menggantungkan ayat tersebut untuk menolak bahaya, maka perkara ini termasuk suatu keharaman.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang penggunaan jimat ini secara umum, tidak dikecualikan satu pun, termasuk Al Qur’an tidak dikecualikan juga. Sebab lainnya adalah hal ini dapat mengantarkan pelecehan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, semisal ketika orang yang menggantungkan ayat kursi di lehernya masuk ke kamar mandi dan tempat-tempat buruk lainnya.
عَنْ يَحْيَ بْنِ جَزَارٍ قَالَ: دَخَلَ عَبْدُ اللهِ عَلَى امْرَأَةٍ وَ فِى عُنُقِهَا شَىْءٌ مُعَوَّذٌ فَجَذَبَهُ فَقَطَعَهُ. ثُمَّ قَالَ: لَقَدْ اَصْبَحَ اَلُ عَبْدِ اللهِ اَغْنِيَاءَ اَنْ يُشْرِكُوْا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا. ثُمَّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: اِنَّ الرُّقَى وَ التَّمَائِمَ وَ التِّوَلَةَ شِرْكٌ. قَالُوْا: يَا اَبَا عَبْدِ الرَّحْمنِ، هذِهِ الرُّقَى وَ التَّمَائِمُ قَدْ عَرَفْنَاهَا فَمَا التِّوَلَةُ؟ قَالَ: شَىْءٌ تَصْنَعُهُ النِّسَاءُ يَتَحَابَبْنَ اِلَى اَزْوَاجِهِنَّ. ابن حبان

Dari Yahya bin Jazar ia berkata, ‘Abdullah mendatangi seorang wanita yang memakai kalung jimat di lehernya, lalu ia menariknya dan memutusnya, kemudian berkata, “Sungguh keluarga ‘Abdullah telah menjadi kaya dengan menyekutukan Allah dengan sesuatu yang tidak benar”. Ia bekata lagi : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya ruqa, tamaim dan tiwalah itu termasuk syirik”. Orang-orang bertanya, “Hai Abu ‘Abdurrahman, kalau ruqa dan tamaim kami telah mengetahuinya, lalu apa tiwalah itu ?”. ‘Abdullah berkata, “Tiwalah yaitu sesuatu yang dipakai oleh wanita agar disayang suaminya”. [HR. Ibnu Hibban]

Pada hadits di atas Rasulullah SAW melarang dari segala perbuatan ruqa (membaca mantra-mantra), tamaaim (menggunakan jimat) dan tiwalah (jimat yang dipakai istri agar disayang suaminya. Karena itu semua termasuk perbuatan syirik (menyekutukan Allah) yang tidak diampuni dosanya.

Apabila seseorang menggantungkan ayat-ayat al-quran (atau tulisan Allah, Nabi Muhammad dan sebagainya) di mobil dengan tujuan agar terhindar dari kecelakaan, maka perbuatan seperti ini haram. Contoh lain adalah menyimpan Al-Qur’an ukuran super mini (yang untuk membacanya saja harus menggunakan kaca pembesar) di dompetnya, dengan tujuan menolak bahaya. Maka ini juga termasuk perbuatan yang haram. Hal ini bertentangan dengan tujuan diturunkannya Al-qur’an, yaitu untuk dibaca dan dijadikan pedoman hidup kita.

Adapun tulisan-tulisan arab yang tidak jelas maknanya (dikenal dengan sebutan rajah) dan biasa digantungkan di pintu-pintu rumah dengan tujuan untuk menolak bahaya (agar tidak kemasukan pencuri dan sebagainya), maka hal ini termasuk kesyirikan.

Bersandarlah hanya kepada Allah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: مَنْ عَقَدَ مُدَّةً ثُمَّ نَفَثَ فِيْهَا فَقَدْ سَحَرَ، وَ مَنْ سَحَرَ فَقَدْ اَشْرَكَ، وَ مَنْ تَعَلَّقَ بِشَىءٍ وُكِلَ اِلَيْهِ. النسائى

Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang membuat ikatan buhul kemudian meniupnya, maka sungguh ia telah berbuat sihir. Dan barangsiapa berbuat sihir, sungguh ia telah mensekutukan Allah. Dan barangsiapa yang menggantungkan jimat, maka ia diserahkan kepada jimat itu (Allah tidak akan menolongnya). [HR. Nasai]

Pada hadits ini, Rasulullah menjelaskan bahwa seseorang akan diserahkan kepada yang dia jadikan sandaran. Seorang muslim yang menyandarkan segala urusannya kepada Allah, maka Allah akan menolong, memudahkan dan mencukupi segala urusannya. Sebaliknya, orang yang bersandar kepada selain Allah (seperti bersandar pada jimat), maka Allah akan membiarkan orang tersebut dengan sandarannya, sehingga kita dapatkan orang-orang semacam ini hidupnya tidak pernah tenang. Dia hidup dengan kekhawatiran dan ketakutan. Dia takut apabila jimatnya hilang atau dicuri, dia kehilangan percaya diri ketika jimatnya tidak bersamanya. Sungguh hal ini merupakan suatu kerugian yang nyata.

Oleh karena itu, bagi saudara-saudaraku yang masih menyimpan jimat dan mempercayainya sebagai tolak balak, sebagai pembawa keberuntungan, sebagai pelet, pengasihan dan penglarisan, segera tinggalkanlah. Di kantor MTA Pusat sebuah lemari besar kini dipenuhi jimat-jimat dari jamaah yang telah bertobat. Terbukti jimat-jimat tersebut tidak mendatangkan kekuatan apa-apa. Padahal tidak ditirakati apalagi disajeni. Benar-benar terbukti jimat-jimat tersebut hanyalah benda mati tidak membawa manfaat sedikitpun kecuali menambah beban berat bagi yang memakainya. Sebagaimana sabda Nabi SAW :
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص رَاَى فِى يَدِ رَجُلٍ حَلَقَةً فَقَالَ: مَا هذَا؟ قَالَ: مِنَ اْلوَاهِنَةِ. قَالَ: مَا تَزِيْدُكَ اِلاَّ وَهْنًا، اِنْبِذْهَا عَنْكَ، فَاِنَّكَ اِنْ تَمُتْ وَ هِيَ عَلَيْكَ وُكِلْتَ عَلَيْهَا. ابن حبان

Dari ‘Imran bin Hushain bahwasanya Nabi SAW melihat seorang laki-laki memakai gelang jimat, maka Nabi SAW bertanya, “Apa ini ?”. Orang tersebut menjawab, “Ini adalah jimat”. Nabi SAW bersabda, “Itu tidak menambah kepadamu kecuali beban berat. Buang saja jimat itu. Karena sesungguhnya jika kamu mati masih memakai jimat, maka kamu akan diserahkan kepadanya (Allah tidak akan menolongmu)”. [HR. Ibnu Hibban]

Selagi masih hidup segera tinggalkan jimat. Karena kalau sampai mati seseorang masih memakai jimat, Allah tidak akan menolongnya. Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang menyandarkan segala urusan hanya kepada-Nya semata. Cukuplah Allah tempat kami menggantungkan segala sesuatu. Wallahu a’lam.


sumber : mta-online.com

Menghindari Keanehan Jiwa

Written By mt@kebumen on Rabu, 15 Desember 2010 | 23.23

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan seluruh pengikut petunjuk beliau. Sungguh berbahagialah orang yang telah menempuh jalan hidup di jalan yang lurus, jalan yang keselamatan, jalan kebahagiaan, jalan yang benar, jalan yang diridhoi Allah SWT. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam, yang telah mendidik manusia dengan Al-Qur’an yang sangat lengkap isinya.

Dan berbahagialah orang-orang yang rajin belajar Al-Qur’an dan As-Sunnah dan selalu berusaha mendidik diri untuk selalu menempuh jalan-jalan peningkatan iman dan taqwa. Allah Tuhan yang Maha Mengetahui yang Lahir dan yang Batin, memberikan teguran kepada orang-orang yang lemah ilmu dan iman karena memiliki sikap hati dan tingkah laku yang aneh ketika terlepas dari kesulitan, musibah dan bencana, sebagaimana firman-Nya yang artinya
.

Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat) seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. 10:12)

.
Betapa besarnya pentingnya ilmu dan hidayah Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam diri seseorang. Siapapun manusia, ketika sedang terjepit dengan himpitan suasana yang menyusahkan, menyulitkan dan menakutkan tentu akan sibuk memohon pertolongan kepada Allah. Namun ketika Allah telah melepaskan dari kesulitan,menyelamatkan dari bahaya,menghindarkan dari musibah dan bencana, orang-orang yang lemah ilmu dan imannya akan bersegera melupakan Allah dan melupakan kejadian-kejadian genting yang baru saja berlalu menimpanya.
.

Dialah yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan keta’atannya kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): “Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur”. (QS. 10:22)

Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kamilah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. 10:23)

.
Bagi mereka yang sering berlayar di lautan, firman Allah diatas sudah terbukti berkali-kali, setiap kali badai mengamuk dan lautan menjadi tidak ramah, maka manusia selalu berdo’a kepada Allah, hati dan sikap disatukan untuk selalu berta’at kepada Allah dan penuh pengharapan untuk diselamat oleh Allah dan keluar dari bahaya dan kesulitan yang sedang menimpanya.

Namun bila manusia tidak memiliki ilmu, iman dan ketahanan menjaga iman dan taqwa, maka setelah Allah mengeluarkan mereka dari kesulitan, manusia-manusia tersebut akan kembali melupakan Allah dan kembali kepada jalan-jalan bersenang-senang memperturutkan hawanafsu dan berma’siyat kepada Allah. Dan Allah peringatkan bahwa itu adalah sikap salah yang fatal, karena sikap yang demikian itu akan memberikan kerugian pada diri manusia yang melakukannya.
.

Dan apa bila manusia disentuh oleh suatu bahaya, mereka menyeru Tuhan dengan kembali bertaubat kepada-Nya, kemudian apabila Tuhan merasakan kepada mereka barang sedikit rahmat daripada-Nya, tiba-tiba sebahagian dari pada mereka mempersekutukan Tuhannya, (QS. 30:33)
sehingga mereka mengingkari akan rahmat yang telah Kami berikan kepada mereka. Maka bersenang-senanglah kamu sekalian, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu). (QS. 30:34)

.
berkali-kali Allah memberitahu tentang jiwa manusia yang tidak memiliki ilmu, keimanan dan ketaqwaan yang tangguh, akan memiliki sikap hati dan perilaku yang aneh. Terombang ambing dalam ketidak stabilan. Ingatnya kepada Allah dan patuhnya kepadanya disaat-saat tertentu saja, padahal keta’atan dan kepatuhan itu seharusnya disetiap saat dan setiap waktu di sepanjang perjalanan hidupnya.Tidak hanya disaat musibah dan bencana menghimpit mereka.

Bagaimanakah sikap hati yang benar dan stabil dalam menghadapi segala permasalahan yang muncul dalam kehidupan, Allah mencontohkan sikap yang baik tersebut sebagaimana firman-Nya yang artinya
.

Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. (QS. 11:9)
Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya niscaya dia akan berkata: “Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku”; sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga, (QS. 11:10)
Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal shaleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar. (QS. 11:11)
.

Himpitan bencana yang datang bertubi-tubi kepada kita umat manusia yang hidup di muka bumi, marilah disikapi dengan benar, hanya dengan memperkuat ilmu, iman dan amal sholih, manusia mampu mensikapi segala ujian yang datang kepadanya, baik ujian kesusahan atau ujian kesenangan.

Manusia yang tidak berilmu dan beriman dan bertaqwa, maka akan bersikap sebagaimana tergambar dalam ayat-ayat diatas. Kita umat Islam perlu lebih rajin lagi menekuni Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena didalamnya terdapat banyak sekali petunjuk-petunjuk Allah yang penuh keberkahan.

Berbahagialah orang-orang yang sabar dalam memegang teguh agama Islam, karena mereka kemudian memiliki jiwa yang kokoh, lurus dan stabil, dan selalu hidup dalam limpahan ampunan, rahmat dan kasih sayang Allah di dunia dan di akherat. Berlimpah-limpah dengan pahala dan ampunan dari Allah disebabkan memiliki sikap dan perilaku yang benar dalam menghadapi segala ujian hidup di dunia. Semoga Allah memperbaiki ilmu, iman dan taqwa kita sehingga menjadi manusia yang selamat, bahagia dan mulia di dunia dan disisi Allah.

Mari berbondong-bondong mengaji Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menggapai keridhoan Allah SWT. Wallahu a’lam.


sumber :mta-online.com

Keberadaan MTA di Dunia Maya

Written By mt@kebumen on Senin, 13 Desember 2010 | 17.42

Mohon Perhatian Sebelumnya. Banyaknya jejaring sosial yang berkembang di ranah online telah membuat kita saling berinteraksi satu dengan yang lain dengan cepat dan sangat mudah. Yang berarti media untuk bisa mempererat silaturahmi dan melancarkan komunikasi semakin mudah untuk diwujudkan. Alhamdulillah.
Majlis Tafsir Al-Quran sebagai sebuah yayasan resmi yang memiliki kepengurusan yang

resmi, akte hukum yang resmi sangat mengapresiasi keberadaan saudara-saudara sekalian yang telah dengan sukarela meluangkan waktunya untuk membuat beragam account yang mengatasnamakan Majelis Tafsir Al-Quran (MTA).

Namun seiring berkembangnya kemajuan umat perlu adanya satu komando dalam segala hal, sehingga segala sesuatunya harus bisa dikoordinir dan dipantau dan dipertanggung jawabkan. Untuk itulah pada kesempatan yang berbahagia ini ada beberapa point yang akan disebutkan di bawah ini terkait dengan maraknya media yang ada. Dan juga tentang keberadaan MTA terkait dengan web dan account jejaring sosial.

Hal tersebut antara lain :

  • 1. Bahwa WWW.MTA-ONLINE.COM adalah satu-satunya situs resmi Yayasan Majlis Tafsir Al Qur’an (MTA). Situs/ account FB (Facebook), Twitter dan lainnya yang mengatas namakan Majlis Tafsir Al Qur’an (MTA) atau Al Ustadz Ahmad Sukina (Ketua Umum MTA) adalah ILEGAL. Sebelum mendapatkan ijin dari Yayasan MTA atau Al Ustadz Ahmad Sukina. Penyalahgunaan nama-nama tersebut dapat berakibat dituntut hukum.

  • 2. Pages FB (Facebook) :Radio MTA FM adalah contoh account yang telah mendapatkan ijin resmi. Untuk account MTA yang lain maka akan diumumkan secara resmi dalam web ini.

Terimakasih atas perhatiannya. (Solo 26/10/2010)
Penanggung jawab MTA-Online
Dr.Suparno, M.App., Sc.PhD



sumber :mta-online.com

Jangan Nodai Bulan Muharram

Written By mt@kebumen on Rabu, 08 Desember 2010 | 13.58

Muharram adalah nama bulan yang telah ditetapkan di Arab sejak pra kenabian. Kemudian oleh Rasulullah saw perhitungan tahun ini diadopsi dan dilanjutkan. Meskipun demikian, saat itu belum dimulai perhitungannya sehingga tahun-tahun biasanya dinamai dengan peristiwa terpenting yang terjadi pada tahun itu, seperti tahun gajah, tahun kesedihan, dan lain-lain. Baru ketika Umar bin Khaththab menjadi khalifah, perhitungan tahun itu dimulai dengan mendasarkan pada hijrahnya nabi saw dari Makkah ke Madinah.

Sedangkan Sura adalah salah satu nama bulan dari tahun Çaka, nama ini berasal dari mitologi Hindu-Jawa, Aji Çaka. Dalam Babad Tanah Jawi disebutkan bahwa kedatangan orang-orang Hindu di Jawa menandai dimulainya zaman baru, yaitu zaman Aji Çaka yang menurut perhitungan mereka zaman itu bersamaan dengan tahun 78 Masehi. Oleh sebab itu, tahun Çaka dan tahun Masehi berselisih 78 tahun.

Puluhan tahun berikutnya, ketika Mataram ada di bawah pemerintahan, Sultan Agung Hanyokrokusumo, ia berinisiatif untuk memperbaiki penanggalan Caka. Maka kemudian tanggal 1 Muharram 1043 H (8 Juli 1633 M) ditetapkan sebagai tanggal 1 Suro tahun Alip (1555 Caka baru atau Çaka-Jawa).

Persepsi yang Salah

Bulan suro adalah bulan penuh musibah, bencana, kesialan, bulan keramat dan sangat sakral. Itulah berbagai tanggapan masyarakat mengenai bulan Suro atau bulan Muharram. Sehingga kita akan melihat berbagai ritual untuk menghindari kesialan, bencana, musibah dilakukan oleh mereka.

Karena bulan ini adalah bulan sial, sebagian orang tidak mau melakukan hajatan nikah, dsb. Jika nekat melakukan hajatan pada bulan ini bisa mendapatkan berbagai musibah, acara pernikahannya tidak lancar, mengakibatkan keluarga tidak harmonis, dsb. Itulah berbagai anggapan masyarakat mengenai bulan Suro dan kesialan di dalamnya.

Sebagian kaum muslimin saat ini ketika menghadapi kesulitan dalam hidupnya, mereka malah mencari berkah dari para “kyai”. Pada hari yang dikatakan sakral oleh sebagian kaum muslimin, terdapat suatu kenyataan yang sangat memilukan yang menunjukkan kekurangan akal. Hari tersebut adalah tanggal siji suro (1 Muharram). Sebagian kaum muslimin yang selalu menginginkan kemudahan dalam hidupnya dan ingin mencari kebaikan malah mencarinya dengan cara yang tidak masuk akal.

Mereka mencari berkah dari seekor hewan, yakni dengan begadang mengikuti jalannya, saling berebut untuk mendapatkan kotorannya tersebut, lalu menyimpannya, seraya berkeyakinan rizki akan lancar, panen akan melimpah, jodoh segera datang dan usaha akan berhasil dengan sebab kotoran tersebut. Seorang yang punya akal sehat tentu tidak mungkin melakukan hal yang demikian.

Jika ditanya mereka menjawab, ini hanya budaya saja kog….opo eleke?yen gak suka ojo ngelek-ngelek. Ada juga yang berlandaskan, Rasulullah SAW pernah diambil keringat dan rambutnya untuk tabaruk (ngalap berkah), jadi sekarangpun juga bisa dong…ada lagi alasan : kami 100% percaya gusti Allah dan ini hanyalah ’sarana’ mendekatkan diri biar lebih cepat terkabul. Dan berbagai alasan lainnya. Sehingga bagi umat yang hatinya kosong, ketauhidan kurang dan ilmu yang minim akan mudah terjebak mengikuti hal-hal tersebut.
أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS. Az Zumar : 3)

Kesimpulannya adalah jauhi syirik. Tinggalkan budaya dan keyakinan yang tidak shahih berkaitan dengan bulan Muharram. Perbanyak amal termasuk puasa Sunnah seperti yang akan di bahas di bawah ini.

Puasa Tasu’a dan ‘Asyura’

Tasu’a ialah hari yang ke-9 dari bulan Muharram, sedang ‘Asyura’ adalah hari yang ke-10 dari bulan tersebut.
عَنْ عَائِشَةَ رَض قَالَتْ : كَانَتْ قُرَيْشٌ تَصُوْمُ عَاشُوْرَاءَ فِى اْلجَاهِلِيَّةِ وَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَصُوْمُهُ. فَلَمَّا هَاجَرَ اِلَى اْلمَدِيْنَةِ صَامَهُ وَ اَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ شَهْرُ رَمَضَانَ، قَالَ: مَنْ شَاءَ صَامَهُ وَ مَنْ شَاءَ تَرَكَهُ. البخارى و مسلم و الترمذى و ابو داود و ابن ماجه و احمد و مالك و الدارمى

Dari ‘Aisyah RA, ia berkata : Adalah kaum Quraisy berpuasa ‘Asyura’ pada masa jahiliyah dan Rasulullah SAW juga berpuasa. Maka setelah berhijrah ke Madinah, beliau tetap berpuasa ‘Asyura’ dan memerintahkan pada para shahabat untuk berpuasa pada hari itu. Maka setelah diwajibkan puasa di bulan Ramadlan, lalu beliau bersabda, “Barangsiapa yang ingin berpuasa ‘Asyura’ silakan berpuasa, dan barangsiapa yang ingin meninggalkannya silakan tidak berpuasa”. [HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Malik dan Darimiy]
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ اَبِى سُفْيَانَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَقُوْلُ: اِنَّ هذَا يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ وَ لَمْ يُكْتَبْ عَلَيْكُمْ صِيَامُهُ وَ اَنَا صَائِمٌ. فَمَنْ شَاءَ صَامَ وَ مَنْ شَاءَ فَلْيُفْطِرْ. البخارى و مسلم

Dari Mu’awiyah bin Abu Sufyan, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya hari ini adalah hari ‘Asyura’ tetapi tidak diwajibkan atas kamu puasa hari ini, sedang aku berpuasa. Oleh sebab itu, barangsiapa ingin berpuasa silakan berpuasa, dan barangsiapa ingin tidak berpuasa, silakan tidak berpuasa”. [HR. Bukhari dan Muslim]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَض قَالَ : قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ الْمَدِيْنَةَ فَوَجَدَ اْليَهُوْدَ يَصُوْمُوْنَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَسُئِلُوْا عَنْ ذلِكَ، فَقَالُوْا: هذَا اْليَوْمُ الَّذِيْ اَظْهَرَ اللهُ فِيْهِ مُوْسَى وَ بَنِيْ اِسْرَائِيْلَ عَلَى فِرْعَوْنَ، فَنَحْنُ نَصُوْمُهُ تَعْظِيْمًا لَهُ. فَقَالَ النَّبِيُّ ص: نَحْنُ اَوْلَى بِمُوْسَى مِنْكُمْ فَاَمَرَ بِصَوْمِهِ. البخارى و مسلم و الترمذى و ابو داود و ابن ماجه و احمد و الدارمى

Dari Ibnu ‘Abbas RA, ia berkata : Ketika Rasulullah tiba di Madinah beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa ‘Asyura’. Lalu mereka ditanya (Rasulullah SAW) tentang hal itu. Maka jawab mereka, “Hari ini adalah suatu hari yang Allah memberikan kemenangan kepada Nabi Musa dan bani Israil atas Fir’aun, maka kami berpuasa pada hari ini untuk mengagungkannya”. Lalu Nabi SAW bersabda, “Kalau begitu kami lebih berhaq terhadap Nabi Musa daripada kalian”. Kemudian beliau memerintahkan untuk berpuasa ‘Asyura’. [HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan Darimiy]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض يَقُوْلُ: حِيْنَ صَامَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَ اَمَرَ بِصِيَامِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظّمُهُ اْليَهُوْدُ وَ النَّصَارَى. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: فَاِذَا كَانَ اْلعَامُ اْلمُقْبِلُ اِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا اْليَوْمَ التَّاسِعَ. قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ اْلعَامُ اْلمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفّيَ رَسُوْلُ اللهِ ص. مسلم و ابو داود

Dari Ibnu ‘Abbas RA, ia berkata : Ketika Rasulullah SAW berpuasa ‘Asyura’ (hari ke sepuluh) dan beliau memerintahkan untuk berpuasa pada hari itu, para shahabat berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah suatu hari yang diagung-agungkan oleh kaum Yahudi dan Nashara”. Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Jika aku masih hidup sampai tahun depan, insya Allah kami akan berpuasa Taasi’a (hari ke sembilan). Ibnu ‘Abbas berkata, “Ternyata belum sampai tahun berikutnya beliau telah wafat”. [HR. Muslim dan Abu Dawud]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَض اَنَّ اَهْلَ الْجَاهِلِيَّةِ كَانُوْا يَصُوْمُوْنَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص صَامَهُ وَ اْلمُسْلِمُوْنَ قَبْلَ اَنْ يُفْتَرَضَ رَمَضَانُ. فَلَمَّا افْتُرِضَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُولُ اللهِ ص: اِنَّ عَاشُوْرَاءَ يَوْمٌ مِنْ اَيَّامِ اللهِ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ، وَ مَنْ شَاءَ تَرَكَهُ. البخارى و مسلم و ابو داود و ابن ماجه و احمد و الدارمى

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar RA, bahwasanya orang-orang di masa jahiliyah mereka berpuasa ‘Asyura’ dan bahwa Rasulullah SAW beserta kaum muslimin juga berpuasa pada hari itu ketika belum diwajibkan berpuasa Ramadlan. Maka ketika sudah diwajibkan berpuasa Ramadlan Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya ‘Asyura’ itu adalah satu hari diantara hari-harinya Allah. Maka barangsiapa ingin berpuasa hendaklah ia berpuasa, dan barangsiapa yang ingin tidak berpuasa, silakan tidak berpuasa”. [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan Darimiy]
و فى لفظ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: لَئِنْ بَقِيْتُ اِلىَ قَابِلٍ لاَصُوْمَنَّ التَّاسِعَ. مسلم

Dan dalam satu lafadh, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kalau aku masih hidup sampai tahun depan, niscaya aku berpuasa hari ke-9 (bulan Muharram)”. [HR. Muslim]
عَنْ اَبِى سَعِيْدِ اْلخُدْرِيّ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: مَنْ صَامَ يَوْمَ عَرَفَةَ غُفِرَ لَهُ سَنَةٌ اَمَامَهُ وَ سَنَةٌ خَلْفَهُ. وَ مَنْ صَامَ عَاشُوْرَاءَ غُفِرَ لَهُ سَنَةٌ. الطبرانى فى الاوسط باسناد حسن

Dari Abu Sa’id Al-Khudriy RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa ‘Arafah, diampuni baginya (dosanya) setahun yang lalu dan setahun berikutnya. Dan barangsiapa yang berpuasa ‘Asyura’, diampuni baginya (dosanya) satu tahun”. [HR. Thabrani, di dalam Al-Ausath dengan sanad hasan]


sumber :mta-online.com

MTA Perwakilan Kebumen

    • Kajian Majlis Tafsir Al Qur 'an
      perwakilan kebumen
    • Diselenggarakan :
      setiap hari selasa
      jam 16.00 s/d 17.30 wib
    • Kantor Pusat :
      Perum Mega Biru 2, Blok T No.3,
      Bumirejo Rt:3 /6, Kebumen.
    • Telp : 0287 3871159 / 08122783585

MTA Cabang Gombong

    • Kajian Majlis Tafsir Al Qur 'an
      Cabang Gombong
    • Diselenggarakan :
      setiap hari rabo
      jam 16.00 s/d 17.30 wib
    • Alamat : Bp. Tarno
      Selokerto Rt : 04 / Rw :02, Sempor,
      sebelah utara balai desa Selokerto
    • Telp : 081 5 69 79 1 78
 
Copyright © 2011. mta online ( brosur ahad - jihad pagi ) majlis tafsir al quran - Kebumen
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger